Untuk informasi lanjut,
hubungi kami di
no telp -,
email: alkesritel@yahoo.com
website: alkesritel.blogspot.com.
Menyajikan informasi akurat dan terkini penyedia alat kesehatan di Bandung Jawa Barat
Untuk informasi lanjut,
hubungi kami di
no telp -,
email: alkesritel@yahoo.com
website: alkesritel.blogspot.com.
Kecewa dengan kondisinya, pria berusia 38 tahun yang tak disebutkan namanya ini memperkarakan para dokter yang menangani. Di pengadilan, dia menceritakan menjalani operasi kosmetik pada bagian perut dan paha di tahun 2006. Namun ketika operasi tengah berlangsung, dia mengalami serangan jantung.
Usai operasi, dia didiagnosis mengalami 'anoksia otak' yang menyebabkan gangguan memori jangka pendek, disorientasi dan kesulitan berbicara. Dokter mengatakan ia sulit mengingat konsep-konsep yang telah dipelajari beberapa menit sebelumnya dan tidak bisa mengenali ingatan palsu.
Pria tersebut dinyatakan cacat permanen sebagai akibat dari insiden operasinya yang meimcu gangguan kognitif dan perubahan perilaku, yaitu berupa peningkatan kecemasan dan agresi, serta menurunkan kemampuan dan kecepatan berpikir verbal.
Seperti dilansir The Local, Selasa (16/7/2013), para dokter berkelit di pengadilan dengan beralasan bahwa pasien pria tersebut sudah menandatangani formulir informed consent atau persetujuan. Tetapi pasien menuduh bahwa formulir tersebut tidak sah karena tidak memuat informasi yang cukup memadai.
Pengadilan akhirnya memutuskan bahwa pasien tidak mendapat informasi yang benar tentang risiko operasi atau anestesi. Bahkan pengadilan melihat tidak ada informasi yang menyebutkan anestesi termasuk dalam persetujuan operasi, hanya nama pasien, nama dokter, dan tanggal saja yang tercantum.
Akhirnya, dokter bedah dan anestesi di Majorca, Spanyol yang melakukan operasi diperintahkan membayar 160.217 Euro atau sekitar Rp 2,1 miliar sebagai kompensasi.
(pah/vit)
No comments:
Post a Comment