Untuk informasi lanjut,
hubungi kami di
no telp -,
email: alkesritel@yahoo.com
website: alkesritel.blogspot.com.
Menyajikan informasi akurat dan terkini penyedia alat kesehatan di Bandung Jawa Barat
Kami menyediakan supply alat kesehatan, peralatan laboratorium, elektrik engineering terlengkap dengan harga sangat bersaing. Hubungi kami di 081321161101 untuk informasi lanjut. email: alkesritel@yahoo.com. website: supplyalkes.blogspot.com.
Kami menyediakan supply alat kesehatan, peralatan laboratorium, elektrik engineering terlengkap dengan harga sangat bersaing. Hubungi kami di 081321161101 untuk informasi lanjut. email: alkesritel@yahoo.com. website: supplyalkes.blogspot.com.
Kami menyediakan supply alat kesehatan, peralatan laboratorium, elektrik engineering terlengkap dengan harga sangat bersaing. Hubungi kami di 081321161101 untuk informasi lanjut. email: alkesritel@yahoo.com. website: supplyalkes.blogspot.com.
Kami menyediakan supply alat kesehatan, peralatan laboratorium, elektrik engineering terlengkap dengan harga sangat bersaing. Hubungi kami di 081321161101 untuk informasi lanjut. email: alkesritel@yahoo.com. website: supplyalkes.blogspot.com.
Kami menyediakan supply alat kesehatan, peralatan laboratorium, elektrik engineering terlengkap dengan harga sangat bersaing. Hubungi kami di 081321161101 untuk informasi lanjut. email: alkesritel@yahoo.com. website: supplyalkes.blogspot.com.
Untuk informasi lanjut,
hubungi kami di
no telp -,
email: alkesritel@yahoo.com
website: alkesritel.blogspot.com.
Perhitungan tarif pelayanan lebih objektif berdasarkan pada biaya sebenarnya. Melalui INA CBGs diharapkan dapat meningkatkan mutu dan efisiensi rumah sakit, demikian keterangan tertulis Kemenkes, Jumat,
Ina-CBG merupakan sistem pengelompokan penyakit berdasarkan ciri klinis yang sama dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan. Pengelompokan ini ditujukan untuk pembiayaan kesehatan pada penyenggaraan jaminan kesehatan sebagai pola pembayaran yang bersifat prospektif.
Menurut Dirjan Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan RI, Akmal Taher, penyesuaian tarif INA-CBGs sedang dalam tahap penyempurnaan, diusahakan pada awal Juli ini akan selesai untuk pengelompokan 1.077 jenis penyakit.
"Dalam penetapan tarif, tentunya tidak akan mengurangi hak rumah sakit dan pasien dalam porsinya masing-masing. Angka yang akan ditetapkan nantinya bukan hasil tebak-tebakan, melainkan pengalaman, observarsi dengan menggunakan sampel 1.000 kasus," kata Akmal saat menggelar jumpa pers di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta.
Penyesuaian tarif INA-CBGs untuk JKN dilakukan mengingat ada konsekuensi biaya dari aktivitas yang dilakukan.
Meski harga paket pelayanan kesehatan berbeda pada tiap wilayah berdasarkan regionaliasi, namun dengan sistem paket INA-CBGs, kualitas obatnya tetap sama di setiap wilayah.
Menurut Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Usman Sumantri, tidak akan ada pembedaan dalam kuantitas dan kualitas obat kepada masyarakat selama paket dan penyakitnya sama.
"Obatnya tidak berbeda dalam jumlah dan kualitas di regional manapun, selama paket dan penyakitnya sama," ungkapnya.
Sementara itu Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Maura Linda Sitanggang menambahkan harga obat pasti berubah namun tidak mengubah dosis dan jumlah obat yang diberikan.
"Pemerintah melalui rumah sakit sebagai penyedia, akan memberikan obat sebaik-baiknya. Keefektifan obat akan berlaku sesuai berjalannya formularium nasional," kata Maura.
"Nanti pada Januari 2014, itu dikelola oleh satu badan, namanya BPJS tapi kontraknya tetap sama saja. Pendataannya nanti akan pakai e-KTP (Kartu Tanda Penduduk elektronik) sebagai single identity," kata Menteri Kesehatan dr. Nafsiah Mboi, Sp.A. MPH di Makassar, Rabu, usai meresmikan Rumah Sakit Siloam Makassar.
Ia menjelaskan, pada prinsipnya sistem jaminan kesehatan yang berjalan, premi dibiayai. Kemudian itulah yang dipakai untuk layanan kesehatan yang komperehensif dan bermutu sesuai dengan undang-undang.
"Maka bagi yang tidak mampu, pemerintah yang bayar preminya itulah yang disebut Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) dan Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah)," katanya.
Begitu juga dengan rumah sakit yang dikelola swasta, jika memiliki kelas yang sama yaitu kelas tiga, maka perlakuan, pelayanan dan pembayaran juga sama. Sehingga tidak dibedakan baik dari sisi tanggung jawab yang memberikan layanan kesehatan dan sisi yang memperoleh jaminan.
"Seperti rumah sakit ini, rumah sakit swasta, menurut undang-undang, 25 persen minimum itu kelas tiga dan rumah sakit ini sudah punya kelas tiga dan itu bisa melayani masyarakat yang menjadi peserta baik dari Jamkesmas pada saat ini dan nanti pada saat sudah berlaku Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) juga bisa menjadi peserta dari jaminan sosial kesehatan," jelasnya.
Pada sambutan peresmian, Presiden Lippo Group, Theo L. Sambuaga mengatakan, dari kapasitas maksimal 320 tempat tidur di Rumah Sakit Siloam Makassar, 25 persen diantaranya untuk kelas tiga.
Menteri juga menjelaskan, tentang program sister hospital untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan pada rumah sakit baik dari sisi sumber daya manusia, sistem atau manajemen.
"Sistem sister hospital adalah, misalnya satu rumah sakit sudah maju dan ada satu rumah sakit katakanlah yang masih berkembang. Rumah sakit yang maju membantu rumah sakit yang masih berkembang untuk meningkatkan mutunya, jadi melatih para dokter, bidan, perawat, sistemnya dan sebagainya," jelasnya.
Kerjasama ini dapat dilakukan antara rumah sakit pemerintah swasta maupun dengan rumah sakit luar negeri. Ia mencontohkan, Rumah Sakit Sanglah di Bali yang merupakan sister hospital dengan Royal Darwin Hospital.
"Jadi itu bisa dengan membuat MoU (kesepakatan kerjasama) dimana masing-masing ada tugas dan kewajibannya, yang penting ada peningkatan mutu," katanya.
Sistem rujukan KJS ini memang harus kita evaluasi secara berkala...Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) meminta sistem rujukan bagi pasien pemegang Kartu Jakarta Sehat (KJS) diperbaiki untuk pelayanan ke depan.
"Puskesmas merupakan pintu gerbang dalam sistem rujukan KJS. Jadi harus dapat memberikan rujukan yang tepat kepada semua pasien KJS," kata Jokowi di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin.
Menurut Jokowi, sistem rujukan sebaiknya terdiri dari tiga tahapan, yaitu mulai dari puskesmas, kemudian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) hingga rumah sakit swasta.
"Sistem rujukan harus dirancang secara bertahap karena tidak semua penyakit bisa disembuhkan di puskesmas, sehingga harus dirujuk ke RSUD. Kalau masih tidak bisa ditangani juga, dirujuk ke swasta," ujar Jokowi.
Begitu juga sebaliknya, sambung Jokowi, sistem rujukan tersebut harus diperbaiki sedemikian rupa, sehingga pasien yang bisa ditangani di puskesmas tidak perlu lagi dirujuk ke rumah sakit.
Setelah sistem rujukan itu diterapkan, Jokowi menuturkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga akan mengevaluasi sistem tersebut secara rutin.
"Sistem rujukan KJS ini memang harus kita evaluasi secara berkala, sehingga kalau ada puskesmas memberikan rujukan yang tidak tepat, kita bisa mengetahuinya dan segera kita ambil tindakan," tutur Jokowi.
Dengan perbaikan sistem rujukan, Jokowi menambahkan, rumah sakit dapat menolak pasien tanpa rujukan dari puskesmas, kecuali jika pasien tersebut dalam keadaan gawat darurat, misalnya sakit parah atau mengalami kecelakaan.
(R027)
Sistem rujukan yang ada memberi peluang bagi rumah sakit untuk melepas tanggung jawab...Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh mengatakan sistem rujukan yang sekarang tidak jelas memberi peluang bagi rumah sakit untuk melepas tanggung jawabnya.
"Sistem rujukan yang ada memberi peluang bagi rumah sakit untuk melepas tanggung jawab karena tidak jelas basis tahapannya," ujar Poempida di Jakarta, Senin.
Oleh karena itu, sambung dia, tidak mengherankan terjadi kasus seperti yang dialami oleh Ana Mudrika (15) yang meninggal pada hari Sabtu (9/3) karena ditolak empat rumah sakit akibat keterbatasan kamar yang tersedia.
Sebelumnya, kasus serupa juga menimpa bayi Dera yang meninggal pada pertengahan Februari. Dera meninggal setelah ditolak delapan rumah sakit.
"Selain itu, juga karena adanya lonjakan pasien yang berobat di rumah sakit," ujarnya.
Poempida menambahkan, hingga saat ini, Kementerian Kesehatan tidak juga menciptakan pelayanan yang menyeluruh sehingga tidak jelas siapa penanggung jawab pasien.
Masalah pelayanan tersebut, kata dia, seharusnya dibuat peraturan pemerintah yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sampai saat ini, PP tersebut tidak ada.
DPR dalam waktu dekat, kata Poempida, akan mengadakan rapat kerja dengan Kementerian Kesehatan. Dalam raker tersebut, DPR akan menegaskan perlunya PP tersebut.
(*)