Untuk informasi lanjut,
hubungi kami di
no telp -,
email: alkesritel@yahoo.com
website: alkesritel.blogspot.com.
Menyajikan informasi akurat dan terkini penyedia alat kesehatan di Bandung Jawa Barat
Kami menyediakan supply alat kesehatan, peralatan laboratorium, elektrik engineering terlengkap dengan harga sangat bersaing. Hubungi kami di 081321161101 untuk informasi lanjut. email: alkesritel@yahoo.com. website: supplyalkes.blogspot.com.
Kami menyediakan supply alat kesehatan, peralatan laboratorium, elektrik engineering terlengkap dengan harga sangat bersaing. Hubungi kami di 081321161101 untuk informasi lanjut. email: alkesritel@yahoo.com. website: supplyalkes.blogspot.com.
Kami menyediakan supply alat kesehatan, peralatan laboratorium, elektrik engineering terlengkap dengan harga sangat bersaing. Hubungi kami di 081321161101 untuk informasi lanjut. email: alkesritel@yahoo.com. website: supplyalkes.blogspot.com.
Kami menyediakan supply alat kesehatan, peralatan laboratorium, elektrik engineering terlengkap dengan harga sangat bersaing. Hubungi kami di 081321161101 untuk informasi lanjut. email: alkesritel@yahoo.com. website: supplyalkes.blogspot.com.
Kami menyediakan supply alat kesehatan, peralatan laboratorium, elektrik engineering terlengkap dengan harga sangat bersaing. Hubungi kami di 081321161101 untuk informasi lanjut. email: alkesritel@yahoo.com. website: supplyalkes.blogspot.com.
Untuk informasi lanjut,
hubungi kami di
no telp -,
email: alkesritel@yahoo.com
website: alkesritel.blogspot.com.
"Tenaga kesehatan layak disebut pahlawan bangsa, pahlawan kemanusiaan dan pahlawan kesehatan karena telah berusaha sungguh-sungguh mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dan meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia yang sebaik-baiknya," kata Nafsiah dalam sambutannya.
Penghargaan itu diberikan kepada dokter (dokter/dokter gigi), tenaga keperawatan (bidan/ perawat), tenaga kesehatan masyarakat (sanitarian, epidemiolog, entomolog, penyuluh kesehatan, asisten apoteker, analis laboratorium) dan tenaga gizi (nutrisi/dietetik).
Mereka mendapatkan plakat dan piagam penghargaan, satu komputer jinjing serta tabungan dari BNI 46.
Selain itu mereka juga akan menghadiri upacara penaikan peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus di Istana Negara dan melakukan ramah tamah dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Saya yakin dan percaya, bahwa prestasi ini dicapai berkat kerja keras, kerja cerdas, komitmen dan dedikasi pada pelayanan kesehatan untuk masyarakat dengan melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya," kata Menteri Kesehatan.
Menteri Kesehatan menekankan pentingnya peran tenaga kesehatan dalam pembangunan kesehatan.
Ia mengingatkan semua pihak untuk mendorong Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dengan mengutamakan upaya promotif-preventif dan pemberdayaan masyarakat.
"Selain itu juga perlu mempromosikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) agar masyarakat tidak mudah sakit dan memberikan perhatian khusus pada pengembangan Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM)," katanya.
"Dengan adanya pelatihan jarak jauh seperti ini, para perawat dan tenaga medis lainnya yang murah senyum dan melayani dengan tulus itu bisa meningkatkan mutunya, bisa punya sertifikat juga," tutur Menteri Kesehatan RI, dr. Nasfiah Mboi, Sp.A, MPH.
Hal tersebut disampaikannya pada peresmian Unit Pendidikan dan Pelatihan Jarak Jauh, di lantai 8 gedung Badan Pendidikan dan Pembelajaran Sumber Daya Manusia Kesehatan, Jl Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2013).
Tenaga kesehatan di Indonesia dengan jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi Diploma I banyak yang belum memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan Diploma III melalui program reguler. Ini terutama terjadi di daerah tertinggal, perbatasan dan daerah yang bermasalah kesehatan.
Hal itu tentunya menjadi tantangan bagi Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan mutu para tenaga kesehatan tersebut agar dapat melayani lebih baik lagi. "Karena itu, perlu terobosan-terobosan, termasuk dengan pelaksanaan pelatihan jarak jauh (PJJ), agar pelatihan dapat diikuti oleh seluruh SDM Kesehatan, baik struktural maupun fungsional, tanpa hambatan geografi, waktu, atau sumber daya," ujar Menkes.
Menurutnya, hal ini dilakukan agar SDM Kesehatan dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang terkini, serta benar-benar dapat bersikap dan berperilaku profesional dalam memberikan layanan. Pembelajaran jarak jauh ini sudah dilaksanakan di beberapa provinsi di Indonesia, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Selatan.
"Kita harap selain di sini (Jakarta) menjadi pusat dan dikembangkan modul-modul semua topik sesuai permintaan daerah, juga kita harapkan masing-masing provinsi dikembangkan lagi pusat-pusat seperti ini. Agar di tingkat provinsi dapat menyelenggarakan PJJ kepada teman-teman sampai ke tingkat puskesmas," kata
Nafsiah.
Pelatihan ini dapat diikuti oleh semua perawat, bidan yang sudah bekerja dan belum memperoleh kualifikasi DIII. Setelah melakukan PJJ, peserta akan melakukan ujian yang terdiri dari Test Obyektif dan Uji Kompetensi. Peserta akan mendapatkan sertifikat dan lulus DIII.
Dalam pelatihan ini, biaya yang diperlukan hanya untuk biaya internet. Sementara peserta hanya melakukan 40 persen tatap muka dan 60 persen belajar mandiri.
(vit/vit)
Tidak hanya untuk perawat dan bidan, pelatihan ini juga diharapkan dapat membantu para dokter di daerah terpencil yang butuh pendidikan agar dapat lulus uji kompetensi dokter di Indonesia sehingga dapat melayani pasien lebih baik lagi.
"Tidak ada batasan umur untuk mengikuti PJJ ini, semua bisa ikut dan tenaga kerja yang sudah lama bekerja dapat mengikutinya. Asal punya keinginan," tutur Menteri Kesehatan RI, dr. Nasfiah Mboi, Sp.A, MPH
Hal tersebut disampaikannya pada peresmian Unit Pendidikan dan Pelatihan Jarak Jauh, di lantai 8 gedung Badan Pendidikan dan Pembelajaran Sumber Daya Manusia Kesehatan, Jl. Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2013).
Menteri Kesehatan menambahkan, prioritas peserta pelatihan jarak jauh adalah para bidan dan perawat yang sudah bertahun-tahun melayani, akan tetapi belum mendapatkan sertifikasi D3.
Sejak dilaksanakannya pada tahun 2012, Pelatihan Jarak Jauh ini sudah menghasilkan 140 peserta didik yang ikut serta. Dari 4 provinsi yaitu NTT, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan.
Menteri Kesehatan juga menambahkan, bahwa ada 3 poin utama yang menjadi target peningkatan mutu tenaga kesehatan, antara lain:
1. Meningkatkan mutu perawat dan bidan yang sekarang belum berpendidikan D3.
2. Para dokter yang belum lulus uji kompetensi.
3. Para Kepala Dinas Kesehatan kabupaten kota yang membutuhkan sertifikasi atau pendididikan dan pelatihan untuk bisa melaksanakan tugas sebaik-baiknya.
(mer/vta)
"Kesehatan kan hak rakyat kemudian ada yang ganggu-ganggu , kan ganggu-ganggu itu namanya ngomong lah, diajak bicara tiap menit aja kita siap tiap jam kita buka kok," kata Joko Widodo di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Senin, usai melepas keberangkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke luar negeri.
Ia menambahkan jaminan kesehatan masyarakat hendaknya menjadi perhatian utama termasuk bila ada usulan perbaikan dibicarakan secara bersama-sama untuk menemukan solusi yang tepat.
Gubernur DKI mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan penghitungan premi jaminan kesehatan. Secara nasional, katanya jumlah premi mencapai Rp15.000 sementara di DKI Jakarta sudah Rp23.000.
"Belum , masih mengitung kalkulasi, nasional saja Rp15.000 kita sudah Rp23.000 kok, berarti sudah tinggi kalau ada persoalan-persoalan kan hanya teknis lapangan jasa medisnya, khususnya pada operasi tertentu , dikomunikasikan lah dibicarakan, gak usah mundur," paparnya.
Dalam kesempatan itu, ketika ditanya ada rencana DPRD DKI Jakarta mengajukan hak interpelasi, Gubernur DKI mengatakan pihaknya siap menjelaskan mengenai masalah jaminan kesehatan warga ibukota dan adanya beberapa rumah sakit yang mundur dari program itu.
Puluhan Lansia diundang, untuk diberikan pelatihan perawatan kesehatan, dan pengembangan wawasan kesehatan,"Kotabaru (ANTARA News) - Sejumlah warga lanjut usia (Lansia), di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, mendapat pelatihan perawatan kesehatan dari petugas kesehatan, agar tidak mudah terserang penyakit.
"Puluhan Lansia diundang, untuk diberikan pelatihan perawatan kesehatan, dan pengembangan wawasan kesehatan," kata tenaga kesehatan Puskesmas Sampanahan, Ahmad Saleh, di Kotabaru, Senin.
Karena sudah menjadi hal yang lazim, apabila seseorang sudah lanjut usia, mereka mudah dan sering sakit-sakitan.
Untuk mengurangi hal tersebut, lansia perlu dibekali pengetahuan tentang merawat kesehatan.
Pembekalan pengetahuan tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan komunikasi antara warga lansia, dengan Dinas Kesehatan Kotabaru.
"Alhamdulillah kegiatan pelatihan warga lansia berjalan lancar, semua tentunya berkat dukungan warga setempat dan instansi lainnya," ungkapnya. (I022/H005)
Namun ternyata para praktisi kesehatan dan pakar kuliner justru mengimbau masyarakat tidak mengonsumsi produk-produk dari ikan hiu karena selain mengganggu ekosistem laut dengan adanya perburuan hiu, produk hiu juga bukan makanan yang baik untuk kesehatan.
"Siapa bilang makan sirip hiu badan lebih sehat? Kenyataannya, untuk membuat tampilannya lebih menarik, sirip hiu sering ditambahkan Hidrogen Peroksida yang dapat meningkatkan radikal bebas dan berbahaya bagi tubuh manusia," kata praktisi kesehatan Erikar Lebang di Jakarta, Jumat.
Pernyataan tersebut dia sampaikan pada peluncuran kampanye bertajuk SOSharks (Save Our Sharks), yakni sebuah kampanye publik yang diadakan oleh World Wildlife Fund (WWF) Indonesia bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), untuk menghentikan konsumsi berbagai produk dan komoditi hiu di pasar swalayan, toko online, hotel, dan restoran serta menghentikan promosi kuliner hiu di media massa.
Erikar mengatakan sampai sekarang masih banyak anggapan salah dalam masyarakat yang menilai bahwa produk hiu dapat menyehatkan tubuh karena mengandung protein yang tinggi dan kolagen yang dapat membuat kulit awet muda.
"Padahal cara memasak sirip dan daging ikan hiu itu dengan panas yang tinggi dan waktu yang lama maka kemungkinan besar proteinnya sudah hilang. Selain itu, ceker ayam mengandung kolagen yang lebih tinggi dibanding sirip ikan hiu," jelasnya.
Sementara itu, Produser Film Vera Lasut yang juga praktisi kesehatan mengatakan bahwa dia tidak mau makan sirip atau daging hiu karena hiu merupakan predator yang hidup lama di laut sehingga tubuh hiu mengandung banyak logam dan zat kimia, seperti merkuri.
"Dengan memakan sirip hiu berarti Anda tidak mempedulikan kecantikan dan kesehatan Anda sendiri. Hiu di laut itu bukan untuk dimakan," ujarnya.
Direktur Eksekutif WWF Indonesia Efransjah mengatakan bahwa masyarakat cenderung mengonsumsi produk ikan hiu karena "terjebak" oleh pemikiran yang sudah terbangun sejak dahulu.
"Sup sirip hiu dianggap sangat menyehatkan itu ternyata mitos dari zaman Dinasti Ming karena para kaisar atau raja sering memakan itu sehingga dianggap sebagai "Chinese Delicacy Luxurious Item" (makanan Cina yang lezat dan mewah)," kata Efran.
Bahkan, kata dia, kebiasaan itu ternyata terbawa hingga ke zaman modern ini karena masyarakat seringkali menganggap produk pangan dari ikan hiu sebagai makanan yang berhubungan dengan "Wealth, Power, and Prestige" (Kekayaan, Kekuasaan, dan Gengsi).
Dia menambahkan ada juga anggapan salah lainnya dalam masyarakat mengenai khasiat dari sirip ikan hiu yang dikatakan dapat meningkatkan gairah dan kemampuan seksual seorang pria.
Menurut WWF Indonesia, praktik "Shark Finning", yakni pengambilan sirip ikan hiu dengan memotong sirip dalam keadaan hidup-hidup, telah dilakukan terhadap 38 juta hiu tiap tahunnya dari 26 hingga 73 juta ikan hiu yang tertangkap dalam aktivitas perikanan dunia.
Hal itu, kata Efran, berarti sekitar satu sampai dua individu hiu tertangkap setiap detiknya, padahal hiu adalah ikan yang perkembangbiakannya lambat serta menghasilkan sedikit anakan sehingga rentan terhadap eksploitasi berlebihan.
"Padahal, dalam setahun seekor hiu hanya bisa beranak enam sampai 12 ekor saja," ungkapnya.
Data dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) pada 2010 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan teratas dari 20 negara penangkap hiu terbesar di dunia.
"Padahal, semua anggapan di balik keinginan masyarakat untuk mengonsumsi hiu itu tidak benar. Kalau kita tidak mengajak masyarakat untuk berhenti mengonsumsi ikan hiu maka binatang yang malang ini bisa punah karena kepercayaan yang aneh-aneh itu," ucap Efran.
"Seluruh warga negara Indonesia sudah dijamin dengan Undang-Undang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama di setiap unit kesehatan, tidak dibeda-bedakan kelasnya, dengan SJSN ini nantinya akan ke arah itu,"Muntok, Babel (ANTARA News) - Anggota Komisi IX DPR RI Surya Chandra mengungkapkan pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diharapkan mampu meningkatkan pelayanan kesehatan bagi seluruh warga negara Indonesia.
"Seluruh warga negara Indonesia sudah dijamin dengan Undang-Undang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama di setiap unit kesehatan, tidak dibeda-bedakan kelasnya, dengan SJSN ini nantinya akan ke arah itu," kata Surya di sela-sela Kunjungan Kerja ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Kamis.
Ia menjelaskan, ke depan tidak ada lagi kelas-kelas dalam rumah sakit seperti kelas III, VIP dan VVIP, namun yang ada adalah bagian-bagian seperti bagian kebidanan, perawatan, penyakit dalam dan lainnya.
Menurut dia, mengapa saat ini ada kelas-kelas perawatan di rumah sakit, karena subsidi silangnya ada di rumah sakit, namun dengan diberlakukannya SJSN nanti subsidi langsung ke BPJS sehingga semua warga negara akan mendapatkan perlakuan pelayanan kesehatan yang sama.
"Kaya, miskin, setengah miskin asalkan dia warga negara Indonesia, termasuk mereka yang berada di luar negeri akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama, ini akan lebih efektif meningkatkan derajad kesehatan masyarakat, minimal semua pasien yang masuk ke rumah sakit mendapatkan senyum yang sama dari petugas kesehatan," kata dia.
Dalam upaya menuju ke arah itu, ia meminta Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, mengalihkan anggaran Jaminan Kesehatan Rakyat (Jamkesra) untuk meningkatkan fasilitas kesehatan untuk menyukseskan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
"Jamkesra yang sudah digulirkan beberapa tahun di Kabupaten Bangka Barat dan menghabiskan anggaran miliaran rupiah akan lebih bermanfaat jika dialihkan untuk meningkatkan fasilitas kesehatan di setiap unit pelayanan kesehatan masyarakat," kata Surya.
Dengan diberlakukannya SJSN, kata dia, nantinya tidak ada lagi jaminan kesehatan seperti jamkesmas, jamkesra dan berbagai jaminan sosial lain seperti Askes, Jamsostek, Taspen dan Asabri, semuanya sudah masuk dalam SJSN dan dibiayai sepenuhnya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Jadi, katanya, anggaran Jamkesra Kabupaten Bangka Barat yang nilainya mencapai belasan miliar rupiah setiap tahunnya yang dianggarkan melalui APBD kabupaten akan lebih bermanfaat untuk meningkatkan fasilitas kesehatan, seperti memperbanyak ruang kelas III dan alat-alat kesehatan pendukung.
Untuk saat ini, kata dia, memperbanyak ruang kelas III meryupakan solusi tepat untuk menyukseskan SJSN dan pelan-pelan ke depan semua kelas disamakan, tidak ada lagi kelas-kelas dalam pelayanan kesehatan.
"Peningkatan jumlah ruang kelas III di RSUD dan Puskesmas serta fasilitas kesehatan pendukungnya akan lebih bermanfaat, agar pelaksanaan SJSN yang akan diberakukan pada 1 Januari 2014 berhasil seperti yang sudah direncanakan," katanya.
Hal ini diungkapkan Politisi PDIP tersebut usai pertemuan antara Komisi IX DPR RI dengan Pejabat Pemerintah Kabupaten Bangka Barat di ruang operasional Pemkab Bangka Barat di Muntok.
Setelah melaksanakan pertemuan, para anggota DPR dan pejabat kementerian dijamu makan siang di objek wisata sejarah Wisma Menumbing tempat pengasingan Bung Karno yang berada di puncak Gunung Menumbing Muntok, kemudian dilanjutkan dengan kunjungan ke RSUD Sejiran Setason.(*)
Jutaan kelambu kami bagikan tahun ini dan tahun depan jugaJakarta (ANTARA News) - Kementerian Kesehatan membagikan 2.032.000 kelambu berinsektisida, di mana 1,4 juta di antaranya didistribusikan ke lima provinsi di wilayah timur yang masih memiliki kasus malaria cukup tinggi.
Lima provinsi itu adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara, kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam puncak perayaan Hari Malaria Sedunia di Balai Kartini, Jakarta, Kamis.
Selain kelambu, Kementerian Kesehatan juga mendistribusikan 1.378.535 rapid diagnostic test (RDT) dan satu juta dosis obat antimalaria ke seluruh provinsi, di mana 774.623 RDT dan 845.000 dosis obat malaria didistribusikan ke lima provinsi di wilayah timur yang masih endemis malaria.
Jumlah logistik itu mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2012 yaitu 842.000 buah kelambu, 670.968 RDT dan 451.340 dosis obat anti malaria yang didistribusikan untuk seluruh Provinsi.
Peran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan disebut Menkes adalah pencegahan malaria yang utama.
"Jaga kebersihan nomor satu, ada air tergenang dibersihkan, jangan ada air tergenang, matikan jentik, matikan nyamuk. Jaga jangan sampai digigit nyamuk antara lain dengan memakai kelambu," kata Menkes mengenai pencegahan malaria.
Menkes menerangkan bahwa Malaria merupakan masalah kesehatan penting di dunia yang berdampak negatif pada kualitas sumber daya manusia.
Mengutip data World Health Malaria Report 2012, jumlah Malaria di dunia mencapai 219 juta kasus dengan 660 ribu kematian.
Di Indonesia, jumlah Malaria mencapai 417 ribu kasus (2012), dengan hampir tiga perempat kasus berasal dari Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Beberapa upaya penanggulangan Malaria di Indonesia, antara lain dilakukan dengan mengaktifkan Forum Gebrak Malaria di 10 Provinsi pada 2013, meningkatkan jumlah Malaria Center terutama di wilayah timur Indonesia dari delapan menjadi 11 Malaria Center dan penguatan 2.022 pos malaria desa di seluruh Indonesia serta pemberian bantuan berupa kelambu, RDT dan obat anti malaria.
Saat ini penanggulangan HIV/AIDS sudah terintegrasi dalam MDGs, termasuk dinas kesehatan dalam bagian pencegahan, penanggulangan dan pengobatan, karena itu kepala daerah dapat menganggarkan di APBD sebesar 10 persen untuk kesehatan,"Medan (ANTARA News) - Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi meminta kepala daerah segera merealisasikan anggaran untuk kesehatan sebesar 10 persen dari APBD guna meningkatkan pelayanan kesehatan demi pencapaian Millennium Development Goals (MDGs).
"Saat ini penanggulangan HIV/AIDS sudah terintegrasi dalam MDGs, termasuk dinas kesehatan dalam bagian pencegahan, penanggulangan dan pengobatan, karena itu kepala daerah dapat menganggarkan di APBD sebesar 10 persen untuk kesehatan," katanya di Medan, Jumat.
Dalam kesempatan itu, ia juga meminta dinkes di daerah meningkatkan pelayanan kesehatan untuk pencapaian MDGs. Ia juga meminta pemerintah daerah untuk fokus meningkatkan persentase pemberian ASI ekslusif dan menanggulangi penularan AIDS.
Ia mengatakan angka kasus HIV/AIDS dewasa ini cenderung terus mengalami peningkatan, termasuk di Sumatera Utara, karena itu ia berharap semua pihak untuk terus meningkatkan dan menggalakkan upaya preventif promotif agar jangan berperilaku yang berisiko.
"Para pemangku kebijakan terkait harus meningkatkan kerja sama penanganan persoalan AIDS di Sumut. Di Sumut sampai sekarang baru ada 17 kabupaten/kota yang memiliki pelayanan HIV/AIDS, ke depan kalau bisa ini harus ditambah lagi dan tentunya harus mengalokasikan anggaran untuk itu," katanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga membahas berbagai angka indikator kesehatan di Sumut dan ia secara khusus mengingatkan beberapa indikator yang dianggap perlu mendapat perhatian, di antaranya persentase pemberian ASI eksklusif.
"Pemberian ASI ekskulusif harus mencapai 100 persen atau paling tidak sudah mencapai 80 persen," katanya
Sementara itu, Project Manajer Proyek Global Fund Dinas Kesehatan Sumut Andi Ilham Lubis menyampaikan gambaran kasus HIV/AIDS di provinsi itu terus meningkat dari tahun ke tahun.
Bahkan melalui data yang diperoleh Dinas Kesehatan Sumatera Utara sejak tahun 1994 hingga Maret 2013, jumlah pengidap AIDS mencapai 2.580 orang dan jumlah penderita HIV (+) mencapai 1.417 orang, sehingga total penderita ada sebanyak 3997.
Sampai saat ini kasus HIV/AIDS di Sumut masih cenderung mengalami peningkatan, bahkan sampai Maret 2013, pihaknya menemukan sebanyak 600 kasus di Sumut, namun peningkatan tersebut dikatakan bukan karena tidak adanya penanganan dari pihak Dinkes Sumut.
"Meningkatnya kasus ini bukan karena tidak ada penanganan dari kami. Bahkan sampai saat ini, kami terus berupaya untuk menemukan kasusnya, karena penyakit ini perjalanannya lama sehingga orang-orang HIV itu harus segera di temukan untuk menjalani konseling," katanya. (*)
"Salah satu aspek yang jarang didiskusikan adalah karakter penyakit di sebuah kepulauan serta penanganan kesehatan para pelaut yang bekerja di kapal. Belum lagi kesehatan dalam hal penyelaman, sehingga membutuhkan penanganan kesehatan yang spesifik," kata Direktur Eksekutif IMI, Y Paonganan, kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Menurut Paonganan, masalah kesehatan di sebuah negara kepulauan menjadi salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian serius, sedangkan ilmu kedokteran yang berkembang saat ini masih sangat terbatas memperdalam tentang kedokteran maritim, khususnya di Indonesia.
"Indonesia Maritime Institute (IMI) mendorong adanya upaya pemerintah dan perguruan tinggi untuk membuat jurusan khusus kedokteran maritim di fakultas-fakultas kedokteran di seluruh Indonesia, sehingga nuansa kemaritiman ini benar benar bisa terimplementasikan dalan segala aspek kehidupan yang terintegrasi di dalamnya," katanya.
Dokter Maritim, kata Paonganan yang akrab disapa Ongen itu, akan sangat bermanfaat bagi keselamatan jiwa, baik itu untuk masyarakat di pulau-pulau kecil, pelayaran, maupun olah raga maritim.
"Dengan adanya dokter maritim, maka semakin menunjukkan jati diri bangsa Indonesia sebagai negara maritim terbesar," tandasnya.
(*)
Pelayanan kesehatan berjengjang harus diedukasi ke semua masyarakat, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan-red) akan jadi kesempatan untuk mulai menggunakan metode itu,"Jakarta (ANTARA News) - PT Askes (Persero) mendorong edukasi mengenai pelayanan kesehatan berjenjang yang selama ini tidak berjalan efektif.
"Pelayanan kesehatan berjengjang harus diedukasi ke semua masyarakat, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan-red) akan jadi kesempatan untuk mulai menggunakan metode itu," kata Direktur Utama Askes Fachmi Idris di sela-sela acara Sosialiasi SJSN dan KJS Kepada Rumah Sakit se-DKI Jakarta di Jakarta, Kamis.
Pelayanan kesehatan yang ada saat ini kata dia, masih belum sesuai dengan konsep berjenjang yang dimulai dari peran pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sebagai penjaga gerbang (gatekeeper) sebelum masuk ke tingkat selanjutnya (rumah sakit).
Fachmi mengatakan saat ini, sistem rujukan langsung ke rumah sakit besar banyak dilakukan oleh masyarakat. Padahal, seharusnya masyarakat berobat terlebih dahulu ke puskesmas untuk kemudian mendapatkan rujukan ke rumah sakit jika sakitnya parah.
"Seharusnya berobat dulu ke puskesmas, baru dirujuk. Tapi nyatanya terbalik, dirujuk dulu, makanya rumah sakit penuh, dan ada isu tenaga kerja kita kurang," katanya.
Sebelumnya Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengungkapkan harus ada sistem efektif yang bisa memfasilitasi masyarakat untuk berobat, bukan memberikan pengobatan gratis langsung di rumah sakit.
Menkes juga mengkritik implementasi sistem rujukan yang masih dinilai prematur sehingga mengakibatkan banyak pasien yang tidak tertangani, bahkan hingga meninggal dunia.
Sistem yang efektif menurut Menkes, adalah yang seperti asuransi, dibayar saat sehat untuk persiapan penanganan kala sakit.
(A062/Z003)
Saat ini, kita sulit merealisasikan peningkatan persentase APBN untuk kesehatan lebih tinggi dari 5 persen. Tawaran dari Global Fund untuk ikut membiayai program kesehatan nasional tentu tidak boleh dilewatkan begitu saja,"Jakarta (ANTARA News) - Anggota Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR Tantowi Yahya mengatakan lembaga internasional Global Fund siap memberikan bantuan data kesehatan untuk kegiatan preventif HIV/AIDS di Indonesia.
"Saat ini, kita sulit merealisasikan peningkatan persentase APBN untuk kesehatan lebih tinggi dari 5 persen. Tawaran dari Global Fund untuk ikut membiayai program kesehatan nasional tentu tidak boleh dilewatkan begitu saja," kata Tantowi Yahya di Quito, Kolombia, melalui pesan elektronik diterima di Jakarta, Selasa.
Politikus Partai Golkar itu sedang mengikuti sidang Inter-Parliamentary Union (IPU) di Quito, Kolombia. Menurut dia, bantuan tersebut merupakan angin segar bagi DPR dan Pemerintah dalam merancang program kesehatan.
Menurut Tantowi, untuk mendapatkan dana bantuan itu, Global Fund menyaratkan untuk suatu negara harus membuat program kerja nasional.
"Oleh karena itu, perlu kerja sama antara DPR dan Pemerintah untuk memasukkan ke dalam APBN karena mereka menyaratkan itu. Kalau program kerja nasional dinilai layak, bantuan itu akan segera dicairkan," tuturnya.
Tantowi mengatakan bahwa Indonesia tampaknya tidak akan kesulitan karena program pemberantasan HIV/AIDS sudah menjadi bagian program Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs).
Dalam butir keempat, kelima, dan keenam MDGs tercantum Tujuan Pembangun Millennium adalah mengatasi kematian bayi, kesehatan ibu, dan HIV/AIDS.
"Indonesia pun merupakan satu dari dua negara anggota IPU yang memasukkan program MDGs menjadi bagian kerja DPR yang dibuktikan dengan terbentuknya panja MDGs," katanya.
Kebetulan Global Fund, kata dia, juga telah menambah program bantuan. Dalam hal ini, tidak hanya untuk HIV/AIDS, tetapi juga untuk kesehatan ibu dan kematian bayi.
"Jadi, sudah cocok dengan program panja MDGs yang kita miliki," ujarnya.
Menurut dia, dalam kasus HIV/AIDS Indonesia memang tidak separah neara-negara di gurun sahara dan Afrika yang memiliki tingkat kematian tinggi. Namun, Indonesia tetap bisa memberikan kontribusi untuk dunia.
"Usulan yang mudah-mudahan diadopsi anggota parlemen lainnya adalah anggota IPU senantiasa berusaha meyakinkan pemerintah masing-masing untuk meningkatkan anggaran kesehatan. Program bagus hanya bisa berhasil jika ada dukungan dana," pungkasnya.
(D018/D007)
Saat ini, kita sulit merealisasikan peningkatan persentase APBN untuk kesehatan lebih tinggi dari 5 persen. Tawaran dari Global Fund untuk ikut membiayai program kesehatan nasional tentu tidak boleh dilewatkan begitu saja,"Jakarta (ANTARA News) - Anggota Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR Tantowi Yahya mengatakan lembaga internasional Global Fund siap memberikan bantuan data kesehatan untuk kegiatan preventif HIV/AIDS di Indonesia.
"Saat ini, kita sulit merealisasikan peningkatan persentase APBN untuk kesehatan lebih tinggi dari 5 persen. Tawaran dari Global Fund untuk ikut membiayai program kesehatan nasional tentu tidak boleh dilewatkan begitu saja," kata Tantowi Yahya di Quito, Kolombia, melalui pesan elektronik diterima di Jakarta, Selasa.
Politikus Partai Golkar itu sedang mengikuti sidang Inter-Parliamentary Union (IPU) di Quito, Kolombia. Menurut dia, bantuan tersebut merupakan angin segar bagi DPR dan Pemerintah dalam merancang program kesehatan.
Menurut Tantowi, untuk mendapatkan dana bantuan itu, Global Fund menyaratkan untuk suatu negara harus membuat program kerja nasional.
"Oleh karena itu, perlu kerja sama antara DPR dan Pemerintah untuk memasukkan ke dalam APBN karena mereka menyaratkan itu. Kalau program kerja nasional dinilai layak, bantuan itu akan segera dicairkan," tuturnya.
Tantowi mengatakan bahwa Indonesia tampaknya tidak akan kesulitan karena program pemberantasan HIV/AIDS sudah menjadi bagian program Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs).
Dalam butir keempat, kelima, dan keenam MDGs tercantum Tujuan Pembangun Millennium adalah mengatasi kematian bayi, kesehatan ibu, dan HIV/AIDS.
"Indonesia pun merupakan satu dari dua negara anggota IPU yang memasukkan program MDGs menjadi bagian kerja DPR yang dibuktikan dengan terbentuknya panja MDGs," katanya.
Kebetulan Global Fund, kata dia, juga telah menambah program bantuan. Dalam hal ini, tidak hanya untuk HIV/AIDS, tetapi juga untuk kesehatan ibu dan kematian bayi.
"Jadi, sudah cocok dengan program panja MDGs yang kita miliki," ujarnya.
Menurut dia, dalam kasus HIV/AIDS Indonesia memang tidak separah neara-negara di gurun sahara dan Afrika yang memiliki tingkat kematian tinggi. Namun, Indonesia tetap bisa memberikan kontribusi untuk dunia.
"Usulan yang mudah-mudahan diadopsi anggota parlemen lainnya adalah anggota IPU senantiasa berusaha meyakinkan pemerintah masing-masing untuk meningkatkan anggaran kesehatan. Program bagus hanya bisa berhasil jika ada dukungan dana," pungkasnya.
(D018/D007)
Rencana penyediaan tenaga psikolog di puskemas sejalan dengan semangat RUU tentang Kesehatan Jiwa yang bertujuan lebih mendekatkan upaya pelayanan kesehatan jiwa kepada masyarakat dengan sistem pelayanan berjenjang atau rujukan dari tingkat puskesmas sampai RS Jiwa, kata Nova melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan mendapat informasi rencana Pemprov DKI Jakarta mempersiapkan psikolog di seluruh puskesmas di DKI Jakarta melalui artikel di sebuah media massa nasional.
Nova mengatakan pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat diharapkan dapat mengubah paradigma bahwa orang dengan gangguan jiwa atau pun orang dengan masalah kejiwaan sebagai sosok menyeramkan dan harus dikucilkan atau bahkan dipasung.
Dia meminta puskesmas sebagai pusat kesehatan masyarakat dapat memaksimalkan upaya promotif dan preventif pelayanan kesehatan jiwa.
Nantinya masyarakat dapat memanfaatkan tenaga psikolog di puskesmas tersebut untuk berkonsultasi bagaimana cara mencegah terjadinya gangguan jiwa dan petugas puskesmas pun harus menggalakkan upaya promosi demi mencegah terjadinya gangguan jiwa, ujar dia.
Rencana pemprov DKI Jakarta ini, ujar dia, menunjukkan kepedulian terhadap pelayanan kesehatan jiwa di DKI Jakarta mulai meningkat dan sesungguhnya hal tersebut wajar karena sebagai ibu kota negara, DKI Jakarta harus menjadi acuan bagi provinsi lain.
Diharapkan langkah Pemprov DKI Jakarta tersebut dapat diikuti oleh ke-32 Pemprov lain, dan bahkan juga Pemprov Kalimantan Utara apabila nanti sudah terbentuk. RUU Kesehatan Jiwa akan memastikan daya paksa tersebut penetratif ke-33 propinsi, ujar dia.
Sementara itu dia menjelaskan urgensi RUU Kesehatan Jiwa sendiri juga semakin menggaung karena belakangan ini semakin sering muncul kasus pembunuhan disertai dengan mutilasi di Indonesia. Misalnya yang terjadi awal 2013 yakni kasus mutilasi dengan tersangka A dan korban TAD di kawasan Ancol, Jakarta, serta tersangka B dan korban DSA yang potongan jenazahnya dibuang di jalan tol Cikampek.
Nova mengatakan maraknya kasus pembunuhan dengan mutilasi tersebut menimbulkan pertanyaan mengapa seorang manusia tega untuk memutilasi sesama manusia.
Lebih lanjut dia mengatakan kasus mutilasi di Indonesia, tidak diatur dalam peraturan tersendiri, sehingga aparat penegak hukum selama ini menyamakan kasus mutilasi dengan pengaturan tindak pidana terhadap nyawa pada umumnya, sesuai yang diatur dalam Pasal 338-340 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun.
Dia menilai Pasal 44 KUHP memasukkan gangguan jiwa sebagai salah satu alasan memaafkan tindak kriminal yang dilakukan, namun di dalam KUHP tidak terdapat pembatasan mengenai jenis-jenis gangguan jiwa yang dapat dimintai ataupun tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya, termasuk juga bagaimana dan siapa yang berhak melakukan pemeriksaan kondisi kejiwaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang diduga orang dengan gangguan kejiwaan, penanganan pra-peradilan, dan lain-lain.
Sejauh ini Panitia Kerja Penyusunan RUU tentang Kesehatan Jiwa terus melakukan pembahasan terhadap draft RUU tersebut. Di dalam melakukan pembahasan, Panja memakai sistem "cluster", dengan memasukkan berbagai substansi yang sejenis ke dalam satu "cluster", hal ini dimaksudkan untuk mempercepat dan mempermudah anggota Panja dalam memahami dan membahas RUU tentang Kesehatan Jiwa.
Panja telah menyepakati enam `cluster` besar di dalam RUU tentang Kesehatan Jiwa, kata dia.
Ke enam "cluster" itu antara lain Judul, Konsideran, Ketentuan Umum, Azas dan Tujuan; Sistem pelayanan kesehatan jiwa dan upaya pelayanan kesehatan jiwa; Sumber daya di bidang kesehatan jiwa; Tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah; Pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk kepentingan hukum; serta Hak dan Kewajiban orang dengan gangguan jiwa termasuk peran serta masyarakat.
Ia mengatakan pembahasan "cluster" pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan hukum di dalam penyusunan RUU tentang Kesehatan Jiwa akan sangat menarik mengingat permasalahan tersangka pelaku tindak pidana yang diduga orang dengan gangguan jiwa akhir-akhir ini kasusnya semakin marak. Pembahasan permasalahan tersebut diharapkan akan melibatkan para pakar, khususnya pakar tentang psikiatri forensik.
Saya yakin untuk tingkat nasional akan lebih siapJakarta (ANTARA News) - Wakil Menteri Kesehatan Prof dr Ali Ghufron Mukti mengatakan fasilitas kesehatan (faskes) nasional untuk pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) akan lebih siap bila dibandingkan program DKI Jakarta yang menerapkan Kartu Jakarta Sehat (KJS).
"Belajar dari kasus di DKI yang layanan primernya kurang siap untuk KJS, saya yakin untuk tingkat nasional akan lebih siap," kata Wamenkes Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Rabu.
Wamenkes mengatakan saat ini pemerintah sedang mengembangkan dan membangun infrastruktur layanan kesehatan primer untuk penerapan SJSN mulai 1 Januari 2014. Namun, dia mengaku pembangunan dan pengembangan itu memerlukan waktu.
Menurut Wamenkes, dalam penerapan SJSN puskesmas, rumah sakit dan penyedia pelayanan kesehatan lainnya akan dibagi menjadi tiga, yaitu layanan primer, sekunder dan tersier.
"Fasilitas layanan kesehatan primer yang menjadi ujung tombak SJSN akan diperbanyak, salah satunya melalui pengembangan rumah sakit pratama," ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan masih cukup banyak yang harus disiapkan dalam penerapan SJSN diantaranya adalah aturan-aturan pendukung misalnya aturan tentang pendidikan kedokteran dan tenaga kesehatan.
"Karena ujung tombak SJSN adalah layanan kesehatan primer, maka pemerintah juga harus memikirkan untuk memperbanyak dokter pelayanan primer. Karena itu perlu didukung undang-undang pendidikan kedokteran untuk menyiapkan lima ribu hingga tujuh ribu dokter layanan primer," katanya.
Wamenkes mengatakan beberapa aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sudah disiapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
"Masih ada aturan lain yang harus disiapkan. PP dan Perpres itu dibuat karena ada desakan dari DPR sehingga hal-hal yang belum disepakati terpaksa dikeluarkan untuk diatur dalam aturan lain," tuturnya.
Jakarta, Kompas - Kenaikan target pendapatan daerah DKI Jakarta dari sektor kesehatan harus disertai dengan pengawasan atas penggunaan data itu.
Dengan tingginya target pendapatan yang mencapai Rp 939,48 miliar, warga DKI Jakarta seharusnya bisa mendapatkan pelayanan prima.
Ahli pelayanan kesehatan dari Universitas Indonesia, Hasbullah Tabrany, Minggu (17/3), mengingatkan, sistem yang tidak melayani masyarakat itu sudah telanjur diciptakan.
”Sistemnya sudah sedemikian rupa sehingga berorientasi keuntungan, bukan pelayanan masyarakat. Yang perlu dicermati, uang sebesar itu kembali kepada masyarakat atau tidak,” katanya.
Pelayanan kesehatan, lanjut Hasbullah, memang memerlukan biaya, seperti untuk obat dan tenaga medis yang profesional. Namun, kelemahan terbesar adalah pengawasan penggunaan dana pelayanan kesehatan.
Seperti tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2013, target pendapatan daerah dari sektor kesehatan mencapai Rp 939,48 miliar. Pendapatan sektor kesehatan ini termasuk dalam lima besar penyumbang pendapatan DKI Jakarta.
Pendapatan sektor kesehatan meliputi pendapatan dari dinas kesehatan Rp 268,35 miliar, enam rumah sakit umum daerah (RSUD) Rp 561,50 miliar, 44 puskesmas kecamatan Rp 98,56 miliar, laboratorium kesehatan daerah Rp 3,25 miliar, Akademi Keperawatan Jayakarta Rp 1,82 miliar, dan ambulans gawat darurat Rp 6 miliar.
Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafy mengatakan, dibandingkan tahun 2012, kenaikan pendapatan setiap RSUD signifikan. Tahun lalu, target pendapatan enam RSUD Rp 481,29 miliar. Dana itu sebagian dipungut dari masyarakat sebagai imbalan atas barang dan layanan yang diberikan rumah sakit.
Dia menilai, target pendapatan pajak sektor kesehatan terlalu dipaksakan. ”Terkesan ada komersialisasi pelayanan rumah sakit. Kami meminta pendapatan dari puskesmas dan RSUD dihapus karena akan memberatkan masyarakat,” katanya. (FRO)
Penandatanganan `minutes of meeting` menjadi dasar perpanjangan memorandum saling pengertian kerja sama bidang kesehatan antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) yang telah ditanJakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Timor Leste memperpanjang kerja sama di bidang kesehatan untuk memperkuat komitmen kedua negara dalam pelayanan pengobatan rakyat.
"Penandatanganan `minutes of meeting` menjadi dasar perpanjangan memorandum saling pengertian kerja sama bidang kesehatan antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) yang telah ditandatangani tiga tahun lalu, tepatnya pada tanggal 25 Maret 2010 di Jakarta," kata Menkes RI Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A., M.P.H. melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut informasi siaran pers yang dikirimkan Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI, penandatanganan memorandum itu dilakukan Menkes RI Nafsiah Mboi dengan Menteri Kesehatan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) Dr. Sergio G.C. Lobo, Sp.B. di Jakarta, Senin (11/3).
Nafsiah mengatakan bahwa perpanjangan memorandum itu menunjukkan keinginan yang kuat antara kedua negara untuk bekerja sama lebih erat dalam sektor kesehatan.
Menurut Menkes, perpanjangan memorandum tersebut sekaligus menjadi landasan kerja sama di sektor kesehatan yang bermakna bagi kedua negara, baik masa kini maupun masa yang akan datang.
Nafsiah mengatakan bahwa perpanjangan memorandum kesehatan juga merupakan langkah konkret untuk memperkuat persahabatan antarpemerintah serta rakyat kedua negara dan berkontribusi dalam pelaksanaan rekomendasi laporan akhir komisi kebenaran dan persahabatan.
"Indonesia berharap memorandum itu dapat menjadi dasar yang kuat bagi kedua negara untuk mengatasi permasalahan kesehatan, khususnya di perbatasan, dan masalah kesehatan lainnya yang menjadi isu regional dan global," ujar Nafsiah.
Lebih lanjut Menkes mengatakan bahwa kerja sama antara kedua negara itu sudah berjalan baik, salah satunya perjanjian kerja sama mengenai rujukan pasien dari Hospital National Guido Valadares (HNGV) Dili dengan Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Rumah Sakit Soetomo Surabaya, Rumah Sakit Darmo Surabaya, serta Rumah Sakit Husada Utama Surabaya yang hingga saat ini secara rutin telah menerima pasien rujukan dari Rumah Sakit Nasional Dili.
"Kerja sama yang baik ini harus dipertahankan dan ditingkatkan lagi oleh kedua negara," tutur Nafsiah.
Sementara itu, Menkes RDTL Sergio G.C. Lobo mengatakan bahwa kerja sama yang telah terjalin antara Menkes RI dan Menkes RDTL sudah terlaksana dengan baik.
Sergio mencontohkan dari hasil kerja sama rujukan pasien dari Hospital National Guido Valadares (HNGV) Dili dengan RS di Bali dan RS di Surabaya, sudah lebih dari 1.600 pasien yang dirujuk ke Indonesia dengan tingkat keberhasilan mencapai 94 persen.
"Kami akan tetap melanjutkan dan mempererat kerja sama yang telah terjalin sejak 2010 antara dua negara ini, semoga kedua negara ini dapat bekerja lebih baik lagi," ujar Sergio.